LatarBelakang Munculnya Filsafat Pendidikan Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Didalam filsafat pendidikan akan kita jumpai berbagai macam hal baru yang tentunya akan menambah wawasan keilmuan kita.
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan the mother of sciences yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupannya. Filsafat adalah untuk mengetahui hakikat sesuatu. Namun kalau pertanyaan filosofis itu diteruskan,akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Berikut ini akan dibahas lebih rinci. Diantara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada dilingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat dalam pengalaman pendidikan. Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerukan jawaban secara filosofis Disiplin ilmu pengetahuan yang lahir itu ternyataa memiliki objek dan sasaran yang berbeda-beda, yang terpisah satusama lain. Suatu disiplin ilmu pengetahuan mengurus dan mengembangkan bidang garapan sendiri-sendiri dengan tidak memperhatikan hubungan dengan bidang lainnya. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan–pertanyaan dan menyelidiki faktor–factor realita dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan. Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalamkehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideology suatu bangsa dannegara. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi. 1. Manusia dan Ilmu Pengetahuan Manusia adalah sebuah makhluk yang unik. Meskipun kita tahu bahwa kita adalah manusia atau mungkin tidak tahu? adalah bukan merupakan pekerjaan yang mudah untuk melukiskan apa yang unik pada manusia jika dibandingkan dengan makhluk hidup lain. Pertama-tama marilah kita lihat dari ciri biologisnya. Manusia adalah makhluk bersel banyak, metazoa, ketimbang makhluk bersel tunggal, protista. Ia juga adalah makhluk bertulang belakang, vertebrata,ketimbang makhluk tidak bertulang belakang, avertebrata. Di antara vertebrata manusia tergolong ke dalam kelompok binatang menyusui, mammalia, karena ia berdarah panas, menghirup udara, dengan kulit berbulu, dan menyusui bayinya. Lebih lanjut manusia tergolong ke dalam mammalia yang janinnya berkembang di dalam rahim betinanya, eutheria, yang menerima makanan melalui plasenta. Kemudian manusia dikelompokkan ke dalam ordo primata, yang di dalamnya termasuk lemur, tarsius, kera dan kera besar gorila, orangutan, dan simpanse. Yang membedakan manusia dengan primata lainnya adalah perilaku bipedal, berjalan dengan kedua kaki, berpostur tegak, tulang belakang berbentuk S, dan kaki yang lebih panjang dari tangan. Hanya tangan yang dapat dipakai untuk menggenggam, prehensil, dengan jempol yang besar dan bertenaga, terletak berseberangan dengan jari-jari lainnya yang memungkinkan genggaman yang kokoh. Hampir seluruh tubuh tak berbulu dan hanya ditumbuhi rambut terutama pada bagian kepala. Rahangnya pendek dengan susunan gigi melengkung. Mukanya pendek dan hampir vertikal. Otaknya relatif besar jika dibandingkan dengan makhluk lain terutama pada bagian neo-cortex. Manusia juga memiliki ciri psikologis dan tingkah laku yang unik dan membedakannya dengan makhluk lain. Perilaku manusia mudah berubah dan kurang instingtif dibandingkan dengan binatang. Manusia memiliki sifat ingin tahu, meniru, memperhatikan, mengingat dan berimajinasi, seperti yang dimiliki oleh binatang lain yang relatif maju, dan dapat mengaplikasikannya secara lebih halus dan rumit. Manusia mampu mengubah alam dengan kemampuan berpikirnya. Mereka membuat alat dan menggunakannya. Mereka sadar-diri, mampu mengingat masa lalu dan memproyeksikan masa depan, sadar akan kehidupan dan kematian. Ia mampu berpikir abstrak dan mampu menggunakan simbol, yang kelak berkembang menjadi bahasa. Mereka juga memiliki rasa keindahan, estetika, dan perasaan religius yang digambarkan dengan keheranan dan kepercayaan akan hal yang supranatural dan spiritual. Ia adalah makhluk bermoral yang mampu mengembangkan struktur kemasyarakatan yang kompleks. Di antara makhluk hidup, manusia memiliki derajat lebih tinggi. Ia memiliki sifat “ingin tahu“ yang berasal dari akal budinya. Kemampuan itu tidak dimiliki makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. Sifat keingintahuan manusia adalah ingin tahu lebih banyak akan segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Sifat ini mendorong manusia untuk melakukan penelitian. Dengan penelitian tersebut, manusia dapat menjawab ketidaktahuan serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Seiring dengan perkembangan zaman, sifat keingintahuan manusia semakin berkembang. Hal itu dilakukan dengan cara mempelajari, mengadakan pengamatan dan penyelidikan untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya tentang makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan serta alam sekitarnya. Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad Kebangkitan. Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju kebahagian akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya dikemukakan sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman Renaissance terutama adalah antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk menemukan kebenaran. 2. Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno 470-399 SM yang gagasan filosofis dan metode pengajarannya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu dikenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete Smith, 1986 19. Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates, adalah metode diakletis. Metode ini digunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat, untuk menguji coba dirri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Metode ini tidak lain digunakan untuk meneruskan intelaktualitas. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus-menerus dan standar moral yang tinggi Smith, 1986 25. Dalam pendidikan, Socrates menggunakan system atau cara berpikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. 2 Pemikiran Filsafat Pendidikan Menurut Plato 427-347 SM Plato dilahirkan dalam keluarga aristokrasi di Athena, sekitar 427 SM. Ayahnya, Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Sementara ibunya, Perictions, adalah keturunan keluarga Solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum nigrat dan pendiri dari demokrasi Athena terkemuka Smith, 198629. Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga Negara yang baik, masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota masyarakat. Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan deprogram menjadi tiga tahap sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun samapi empat puluh tahun. 3 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka. Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu yang mempunyai tujuan tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif Barnadib. 199472. Jadi jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai dengan perputaran dan perubahan zaman. SUMBER 2. Diposkan oleh Fethullah Gülen Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Darussalam Ciamis Jawa Barat
C Latar Belakang Munculnya Teori Behaviorisme Skinner. Seperti yang telah diketahui, behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913. Namun sejumlah filusuf dan ilmuwan sebelum Watson dalam satu dan lain bentuk telah mengajukan gagasan-gagasan mengenai pendekatan objektif dalam mempelajari
1. Pengertian Filsafat Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata philos yang berarti cinta atau suka, dan sophia berarti pengetahuan atau kebenaran. Maka philosophia adalah cinta pada pengetahuan/kebijakan/kebenaran. Sehingga kajian dari filsafat adalah alam pikiran atau alam berpikir untuk menggali kebenaran atau menggali hakekat sesuatu. Definisi yang lebih lengkap dari filsafat adalah ilmu tentang prinsip, ilmu yang mempelajari dengan mempertanyakan secara radikal segala ralitas melalui sebab-sebab terakhir, melalui asas-asasnya guna memperoleh pandangan insight yang tepat mengenai realitas W. Poespoprodjo, 1999. Definisi lain menyatakan bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia. Dengan kata lain filsafat sampai kepada merangkum sinopsis tentang pokok-pokok yang ditelaahnya Uyoh Sadulloh, 2009. Dari definisi-definisi di atas, dapatlah diterapkan kriteria-kriteria berikut terhadap berpikir secara filsafat 1. Menyeluruh Kaitan komponen dalam suatu cabang ilmu, bahkan dengan pengetahuan lain, ditelaah secara mendalam, sehingga semakin mendalam dan meluas pemahaman seseorang terhadap suatu fenomena, maka semakin banyak pertanyaan memerlukan jawaban. Socrates berkata, “Yang saya tahu adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa.” 2. Fundamental Berpikir filsafat adalah berpikir secara fundamental mendasar sampai ke akar permasalahan radix. Proses ini mempertanyakan tentang mengapa ilmu disebut benar? Apa kriteria benar? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu, benar sendiri apa? Socrates mengemukakan bahwa tugas filsafat bukanlah menjawab pertanyaan kita, namun mempersoalkan jawaban yang diberikan oleh kita. 3. Spekulatif Spekulatif menelusuri sebuah lingkaran harus dimulai ari sebuah titik, tetapi titik mana? Filsafat harus menentukan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak dapat diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Jadi, filsafat adalah dasar dari semua pengetahuan yang mempersoalkan cara-cara mengetahui dan mengembangangkan pemikiran yang mencakup apa yang diketahui ontologi, bagaimana cara mengetahui epistemologi, dan apa manfaat dari yang diketahui aksiologi. 2. Lapangan Filsafat Immanuel Kant mengajukan empat pokok pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat, yaitu 1. Apa yang boleh saya harapkan? 2. Apa yang dapat saya ketahui? 3. Apa yang harus saya perbuat? 4. Apakah manusia itu? Pertanyaan pertama dapat dijawab oleh metafisika, pertanyaan kedua dijawab oleh epistemologi, pertanyaan ketiga dijawab oleh etika, dan pertanyaan keempat dijawab oleh filsafat antropologi. Sidi Gazalba 1973 dalam Uyoh Sadulloh 2009 mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri atas 1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce. 2. Teori pengetahuan, yang mempersoalkan hakikat pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagamana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang bendar dan apakah dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia. 3. Filsafat nilai, yang membicarakan hakikat nilai, di mana letak nilai, apakah pada bendanya, atau pada perbuatannya, atau pada manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan penilaian. Selanjutnya Butler 1957 mengemukakan beberapa yang dibahas dalam filsafat, yaitu 1. Metafisika, membahas teologi, kosmologi, dan antropologi. 2. Epistemologi, membahas hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan. 3. Aksiologi, membahas etika dan estetika. Alat-alat yang digunakan dalam merumuskan dan mengklarifikasikan filsafat pendidikan, adalah berkaitan dengan lapangan filsafat yang menjadi perhatian sentral bagi guru metafisika, epistemologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika. Masing-masing dari bidang ini memfokuskan pada salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan Apakah hakekat dari realitas? Apakah hakekat dari pengetahuan dan apakah kebenaran dapat dicapai? Menurut nilai-nilai apakah seharusnya seseorang itu tinggal dalam kehidupan? Apakah yang baik dan apakah yang buruk? Apakah hakikat dari kecantikan dan pengalaman? Dan akhirnya apakah proses-proses nalar memberikan hasil-hasil yang valid secara konsisten? 3. Makna Pendidikan Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungn sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkugan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Dari pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang dilaksanakan Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia. Pemerintah, masyarakat, harus berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki suatu kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Dari tiga prinsip di atas, tersirat pesan bahwa pendidikan merupakan proses transformasi nilai dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transformasi nilai ini dilakukan melalui kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Maka, dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya. Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan. 4. Filsafat Pendidikan Filsafat, selain memiliki lapangan tersendiri, ia memikirkan asumsi fundamental cabang-cabang pengetahuan lainnya. Apabila filsafat berpalilng perhatiannya pada sains, maka akanlahir filsafat sains. Apabila filsafat menguji konsep dasar hukum, maka akan lahir filsafat hukum. Dan, apabila filsafat berhadapan dan memikirkan pendidikan, maka akan lahirlah filsafat pendidikan. Al-Syaibany 1979 dalam Uyoh Sadulloh 2009 menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis. Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti a Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya; b Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan; c Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial; d Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya. Selanjutnya al-Syaibany 1979 mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya a Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa; b Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya; c Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik; d Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran. Keneller 1971 menyebutkan filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsamat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik. Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda. Filsafat dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang bedasarkan pada falsafah Pancasila yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 adalah preskriptif. Karena, secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Pendidikan yang berdasarkan Pancasila juga menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, dilengkapi pula dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep Cara Belajar Siswa Aktif. Kita kaji konsep tersebut dengan menganalisis dari sudut pandang falsafah Pancasila. Filsafat pendidikan analitik menguji secara logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan Pendidikan Dasar 9 Tahun, Pendidikan Akademik, Pendidikan Seumur Hidup, dan sebagainya. 5. Pentingnya Filsafat Pendidikan Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan filsafat. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat? Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Seorang guru, baik sebagai pribadi maupn sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat dan filsafat pendidikan karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dimengerti sepenuhnya tanpa mengetahui tujuan akhirnya. Tujuan akhir pendidikan perlu dipahami dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik tujuan individu maupun tujuan kelompok. Guru sebagai pribadi, memiliki tujuan dan pandangan hidupnya. Guru sebagai warga masyarakat atau warga negara memiliki tujuan hidup bersama. Hubungan filsafat dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa filsafat akan menelaah suatu realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan harus dapat menjawab empat pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu 1 Apakah pendidikan itu? 2 Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan? 3 Apakah yang seharusnya dicapai oleh pendidikan? 4 Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang tersirat dapat dicapai? Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan. Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut a. Filsafat pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap sebagai pendidikan terbaik secara mutlak. b. Filsafat pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi. c. Filsafat pendidikan dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan pendidikan. d. Filsafat pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan ulang rasional. e. Filsafat pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran. Terdapat suatu hubungan yang kuat antara perilaku seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran danpembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui. Terlepas di mana seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran tersebut, guru harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa yang ia sangat yakini dan kenapa ia meyakininya. Dari uraian di atas terlihat bahwa peranan guru yang strategis, karena di tangannya terletak nasib generasi penerus, mengharuskan para guru memahami hakikat nilai, etika, estetika, sains, teologi, alam kosmos, pendidikan, dan hakikat anak didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat memberikan panduan dan dapat menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan yang diembannya sehingga tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan lebih bermanfaat bagi peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Halim, Abdul Hakim, Filsafat Ilmu dan Hakekat Penelitian, Materi Kuliah Umum di Universitas Pakuan Bogor pada tanggal 26 September 2010. Materi Pokok Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pakuan, 2010. Poespoprodjo, W., Logika Scientifika, Pengantar Dialektika dan Ilmu, Pustaka Grafika, Bandung, 1999. Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2009. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Progresivisme yang merupakan sebuah aliran filsafat pendidikan ini lahir dari dunia barat. Karena kelahiran progresiviseme yang dari dunia barat inilah menyebabkan progresivisme memiliki corak epistimologi khas barat. A. Sejarah Munculnya Progresivisme. Latar belakang ide-ide filsafat Yunani, baik Heraklitos maupun Socrates, bahkan
MAKALAH LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok FILSAFAT PENDIDIKAN Dosen Pengampu Jaenal Abidin, Disusun Oleh Yuni Silvia Z NPM 1441170506003 Atun Hartinah NPM 1441170506005 Intan Sarah NPM 1441170506006 PENDIDIKAN GURU RAUDHATUL ATHFAL FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG 2016 KATA PENGANTAR Dengan Mengucapakan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas khendak Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. meskipun banyak sekali kekurangan dan kesalahan didalamnya, namun kami berharap bisa memberikan sedikit pengetahuan tentang hal yang kami tulis ini. Makalah ini berjudul “Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan”, dimana didalamnya diterangkan tentang perkembangan pemikiran filsafat spiritualisme kuno, reaksi terhadap spiritualisme di Yunani, pemikiran filsafat Yunani kuno hingga abad pertengahan, pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates, Plato dan Aristoteles. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. kami menyadari bahwa dalam penuliasan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Karawang, Maret 2016 Penyusun, DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................i Daftar Isi ..............................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1 Latar Belakang.....................................................................................1 Rumusan Masalah................................................................................1 Tujuan .................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN...................................................................................2 Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan ……………..……... 2 Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno …………….. 2 Reaksi Terhadap Spritualisme Di Yunani ……………………...…… 6 Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan ……...…8 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates 470-399 SM ….....8 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato 427-347 SM …….......9 Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM …10 BAB III PENUTUP...........................................................................................14 Kesimpulan........................................................................................14 Saran..................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan the mother of sciences yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. Diantara permasalahan yang dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada dilingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat dalam pengalaman pendidikan Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerlukan jawaban secara filosofis. Dan pada makalah ini kami akan mencoba membahas latar belakang munculnya filsafat pendidikan perekembangan filsafat dan pemikiran filsafat dari beberapa filosof. Rumusan masalah 1. Bagaimana latar belakang munculnya filsafat pendidikan? 2. Bagaiamana reaksi pemikiran filsafat Spiritualisme kuno di Yunani? 3. Bagaimana pemikiran filsafat menurut Socrates, Plato dan aristoteles? Tujuan penelitian 1. Mengetahui latar belakang munculnya filsafat pendidikan. 2. Mengetahui reaksi pemikiran filsafat spiritualisme kuno di Yunani. 3. Memahami pemikiran filsafat menurut Socrates, Plato dan Aristoteles. BAB II PEMBAHASAN Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya, apa itu, dari mana itu, hendak kemana, dan bagaimana. Namun pertayaan filosofis itu kalau diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik filosofis Timur maupun barat mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah sampai pada pertanyaanya “ bilakah permulaan yang ada ini, dan apakah yang sesuatu yang pertama kali terjadi, apakah yang terakhir sekali bertahan didalam ini” Rifai, 1994 67. Akan tetapi mereka akan berusaha untuk mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh karenaa itu, pendidikaan membutuhkan filsafat. Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat? Karena masalah – masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno Dari uraian diatas dapat diketahui filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya zarathusthra, dari keluarga sapitama, yang lahir ditepi sebuah sungai, yang ditolong oleh ahura Mazda dalam masa pemerintahaan raja-raja akhamania 550-530 SM. Timur jauh Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah Cina, India dan jepang. Di India berkembang filsafat spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang shintoisme. Begitu juga di Cina berkembang, Taoisme, dan Komfusianism. a. Hinduisme Pemikiran spiritualisme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa universal reingkarnasi . Karma tersebut pada akhirnya akan menemukan status seseorang sebagai anggota suatu kasta. Poedjawijatna 198654 mengatakan, bahwa para filosof Hindu berpikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa masuk dalam kebebasan yang menurut mereka sempurna. b. Buddha Pencetus ajaran Buddha ialah Sidarta Gautama Kira-kira 563-483 SM sebagai akibat ketidakpuasannya terhadap penjelasan para guru Hindu isme tentang kejahatan yang sering menimpa manusia. Setelah melakukan hidup bertapa dan meditasi selama 6 tahun, secara tiba-tiba menemukan gagasan dan jawaban dari pertanyaannya. Gagasa-gagasan itulah yang kemudian menjadi dasar-dasa agama Buddha samuel Smith, 198612 . Filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di Dunia ini terliputi oleh sengsara yang disebabakan oleh “Cinta” terhadap suatu yang berlebihan. c. Taoisme Pendiri Taoisme adalah Leo Tse, Lahir pada tahun 604 SM. Tulisannya yang mengandung makna Filsafat adalah jalan tuhan atau sabda tuhan, Tao ada dimana-mana tetapi tidak berbentuk dan tida pula diraba, dilihat,dan di dengar. Manusia harus hidup selaras dengan tao, dan harus bisa menahan hawa nafsunya sendidi. Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spirirtualisme itu berkaitan dengan Etika, karena ia memberi petunjuk bagaimana manusia mesti bersikap dan bertindak di dunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan ruh Gazalba198660 d. Shinto Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat Jepang. Agama Shinto tumbuh di jepang yang sangat respek terhadap alam natural di sebabkan ajaran-ajaranya mengadung nilai antara lanin kreasi SOZO, generasi size, pembangunan hatten, sehingga ia menjadi jalan hidup dan kehidupan dan mengandung nilai optimis. Melihat ajaran-ajaran pokok moral Shinto yang mengandung makna filsafat yang tinggi diatas, maka tidalah berlebihan jika ajaran-ajaranya mengandung nilai motivasi dan optimistik guru menjadi pegangan bagi penganutnya Yahudi berasal dari nama seorang putra ya’kub, yahuda. Putra ke empat dari 12 bersaudar, 12 orang inilah yang kelak menjadi nenek moyang bangsa yahudi yang dinamakan bangsa Israel, agama yahudi pada prinsipnya sama dengan Agama nasroni dan Agama islam, karena itu Agama Yahudi disebut juga Agama kitab samawi , yang berarti agama yang mempunyai kitab suci dari Nabi. Pemikiran-pemikiran fisafat timur tengah muncul sekitar 1000-150 SM. Tanda-tanda yang tempat keberadaan pemikiran filsafat itu ialah adanya penguraian tentang bentuk-bentuk penindasan moral dari monotiesme, peredaran, kebenaran dan bernilai elama dua ribu tahun yang lalu dokrtin-doktrin monotiesme dan pengajaran tentang etnis yang di anggap penting dari kaum Yahudi, yang di kembangkan oleh Nabi musa dan para Nabi Elijah. Pendidikan di mulai guna mengangkat martabat dan pengharapan kemanusiaan pada masa depan Smith, 19864 b. Kristen pengikutnya agama Kristen pada waktu itu tidak ubahnya seperti penganut agama lainnya, yaitu dari golongan rakyat jelata. Setelah berkembang, pengikutnya merabah kekalangan atas, ahli fikir filosof , dan kemudian para pemikir atas kemajuannya, zaman ini disebut zaman patristic. Pater berarti bapa, yaitu para bapak gereja. zaman patristik adalah zaman rasul pada abad pertama , sampai abad kedelapan. Para filosofis Kristen pada masa itu mempunyai identitas yang berpariasi dan mempunyai banyak aliran. 2. RomawidanYunaniAntromornisme Antromornisme merupakan suatu paham yang menyamakan sifat-sipat Tuhan pencipta dengan sifat-sifat manusia yang di ciptakan . Misalnya tentang tuhan di samakan dengan tangan manusia. Paham ini muncul zaman patristic dan skolastik, pada akhir zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat di pengaruhi oleh pemikiran Kristian. Aliran-aliran filsafat yang memepunyai pengaruh sangat besar di roma adalah, pertama, epistimologi, yang di motori oleh epicurus 341-270 . Epicurus mengatakan bahwa rasa suka dimiliki apabila hidup secara relevan dengan alam manusia. Sementara rasa duka merupakan yang terburuk dan patut di hindari. Kedua, aliran stoa, yang dipelopori oleh zani 336-246 . Aliran mempunyai pendapat bahwa adanya kebajikan itu apa bila manusia hidup sesuai dengan alam Poedjawi jatna, 198622 ’ Dalam sejarah, filsafat Yunani dipakai sebagai penangkal sejarah filsafat barat. Dikatakan pangkal karena dunia barat dalam alam pemikiran mereka berpangkal pada pemikiran i Yunani sejak sebelum permualaan tahun masehi, ahli-ahli piker mecoba menarik teka-teki alam, mereka ingin mengetahui asal mula alam serta dengan isinya. Pada masa itu terdapat keterangan-keterangan mengenai proses terjadinya alam semesta dan isinya, semua keterangan tersebut sebatas kepercayaan semata. Reaksi Terhadap Spritualisme Di Yunani Spritualisme merupakan suatu aliran filsafat yang mementingkan keruhanian, lawan dari materialisme Poerwadarmita 1984963 . Namun demikian, ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Maka lahirlah aliran materialism. Diantara tokonya adalah Leukipos dan Demokritus 460-370 SM , yang menyatakan bahwa semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahirlah pula aliran rasionalisme Rane Descrates, yang menyatakan bahwa pusat segala sesuatu terletak pada dunia ratio, semesta yang lain adalah objeknya. 1. Idealisme Tokoh aliran idealism adalah plato 427-372 SM . Ia adalah murid Socrates. Aliran idealism merupakan suatu aliran filsafat yang menggagungkan jiwa. Menurut aliran ini, cinta adalah gambaran asli yang bersifat ruhani dan jiwa terletak di antara gambaran asli Suryadipura, 1994 133 . Dari pertemuan jiwa dan cinta lahirlah suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanyalah idea. Idea selalu tetap tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami gerak tidak di kategorikan idea poedjawijatna,198723. Disisi lain filsafat idealism plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan dalam dunia pendidikan. Menurut plato, pendidikan itu sangat perlu baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga Negara. Setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampan masing-masing sesuai jenjang usianya. Pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa Negara. Merupakan aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, aliran ini, benda merupakan sumber segalanya poerwadarminta, menurut 1984683 , aliran ini berpikiran sederhana, bahkan segala sesuatu yang ada di dalam ini dapat di lihat dan di observasi, baik wujudnya, gerakanya maupun peristiwa-peristiwanya. T okoh-tokoh aliran materialisme diantaranya adalah Leukipos dan Demokritus 460-370 SM . Mereka berpendapat bahwa kejadian seluruh alam terjadi karena atom kecil, yang menpunyai bentuk dan bertubuh, jiwa pun dari atom kecil yang mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak suryadipura, 1994130 . Atom tersebut membentuk satu kesatuan yang di kuasai oleh hukum-hukum fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat membentuk manusia, dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melampaui kemungkinan kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, tidak melampai potensi-potensi jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama. Demikian juga dengan keberakhiran atau kematian, disebabkan karena hancurnya struktur atom-atom pelemburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau alam lainnya. 3. Rasionalisme Pelopor aliran rasionalisme adalah Rane Descrates 1595-1650 . Ia juga penggerak dan pembaru pemikiran modern abad ke-17 selama 198878 . Menurutnya, sumber pengatahuan yang dapat di jadikan patokan dan dapat di uji kebenaranya adalah rasio, sebab pengetahuan yang berasal dari proses akal dapat memenuhi syarat-syarat ilmiah. Dengan demikian akal di anggap sebagai perantara khusus untuk menentukan kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Hal senada juga dinyatakan filosof Blaise Pascal 1632-1662 , bahwa akal adalah tumpuan utama dalam menjalani pengetahuan untuk menemukan kebenaran dan dapat memberikan kemampuan dalam menganalisis bahan objek . Tetapi disis lain, akal tidak dapat menemukan pengertian yang sempurna tanpa ada keterkaitan dengan pengalaman. Karena dalam mengambil suatu keputuasan yang berfungsi tidak saja akal, tetapi hati juga turut menentukan. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan Suatu pandangan teroritis itu mempunyai hubungan erat dengan lingkungan di mana pemikiran itu di jalankan, begitu juga lahirnya filsafat yunani pada abad ke-16 SM. Bagi orang yunani, filsafat merupakan ilmu yang meliputi semua pengetahuan ilmiah. Di yunanilah pemikiran ilmiah mulai tumbuh, terutama di bidangfilsafatpenidikan. Pada masa ini, keterangan-keterangan mengenai alam semesta dan penghuninya masih berdasarkan kepercayaan. Dan karena para filsuf belum puas atas keterangan itu, akhirnya mereka mencoba mencari keterangan melalui budinya. Misalnya dengan menanyakan dan mencari jawaban tentang apakah sebetulnya ala mini? Apakah intisari alam arche ini. Arche berasal dari bahasa yunani yang berarti mula, asal. Oleh karena itu filsuf-filsuf berusaha mencari inti alam, maka mereka di sebut filsuf alam dan filsafat mereka disebut filsafat alam. Masa pra-socrates di warnai pula oleh munculnya kaum sofisme. Kaum sopis ini pertama kali di Athena. Sofis berasal dari kata sofhos yang beati cendikiawan. Sebutan ini semula diberikan kepada orang-orang pandai ahli filsafat, ahli bahasa, dan lain-lain. Aliran sofis dipelopori oleh protogoras. Menurut kaum sofis, manusia menjadi ukuran kebenaran tidak ada kebenaran yang berlaku secara universal, kebenaran hanya berlaku secara individual. Kebenaran itu menurut saya, dan retorika merupakan alat utama utuk memepertahankan kebenaran salam, 1982107. Dalam sejarah kaum sofis adalah kelompok yang pertama kali mengorganisasi pendidikan kaum muda. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates 470-399 SM Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno yang gagasan filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir di Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu di kenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete smith,198619 . Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang di rencanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru tidak boleh memaksakan gagasan-gagasan atau pengetahuannya kepada seorang siswa, karena seorang siswa di tuntut untuk bisa mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berpikir secara keritis. Metode ini tidak lain di gunakan untuk meneruskan inelektualitas, mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan kekuatan mental seseorang. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan di siplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus menerus dan sestandar moral yang tinggi Smith. 198625 . Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato 427-347 SM Plato dilahirkan dalam keluraga aristrokrasi di Athena, serikat 427 SM. Ayahnya Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Semnentara ibunya, periction adalah keturunan keluarga solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum ningrat dan pendiri demokrasi Athena termuka smith, 198629. Menurut plato, pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga Negara. Negara wajib memberi pendidikan kepada setiap warga negaranya. Namun demikian, setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu sesuai bakat, minat, dan kemampuan masing-masing jenjang usianya. Sehingga pendidikan itu sediri memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa, dan Negara. Menurut plato, idealnya dalam sebuah Negara pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang yang sangat mulia, maka ia harus di selenggarakan oleh Negara. Karena pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tidakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang jahat, apa yang patut dan apa yang tidak patut Raper,1988110. Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga Negara yang baik, masyarakat yang harmonis, yang melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota masyarakat. Menurut Plato, pendidikan direncanakan dan deprogram menjadi tiga tahap sesuai tingkat usia. Pertama, pendidikan yang diberikan kepada taruna hingga hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga, dari tiga puluh tahun samapi empat puluh tahun. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka. Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi, yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu yang mempunyai tujuan tujuan untuk kebahagiaan. Kebahagiaan tertinggi adalah hidup spekulatif Barnadib. 199472. BAB III PENUTUP Kesimpulan Ø Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno. Ø Spritualisme merupakan suatu aliran filsafat yang mementingkan keruhanian, lawan dari materialisme Poerwadarmita 1984963 . Namun demikian, ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Ø Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno yang gagasan filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat Ø Menurut Plato, tujuan pendidikan adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia menjadi seorang warga Negara yang baik, masyarakat yang harmonis Saran Ajaran filsafat yang komprehensif telah menempati status yang tinggi dalam kehidupan kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi suatu bangsa dan negara. Tujuan berfilsafat adalah membina manusia mempunyai akhlaq yang tertinggi. Demikian makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, dan kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Hermawan, A. Haris. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Jalaluddin, dan Said Usman. 1994. Filsafat Pendidikan Islam Konsep Pengembangan Dan Pemikirannya. Jakarta Raja Grafindo Persada. Sadullah, Uyoh. 2011. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung Antasari Press. Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung Pustaka Setia.
FilsafatPendidikan - Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the mother of sciences) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan the mother of sciences yang mampuh menjawab segala pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. Diantara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada dilingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat dalam pengalaman pendidikan Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Dan karena itu filsafat dan pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalal-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerukan jawaban secara filosofis B. Rumusan masalah 1. Latar belakang munculnya filsafat pendidika? C. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana latar belakang munculnya filsafat pendidikan. BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Munculnya Filsafat Pendidikan Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya, apa itu, dari mana itu, hendak kemana, dan bagaimana. Namun pertayaan filosofis itu kalau diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik filosofis Timur maupun barat mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah sampai pada pertanyaanya “ bilakah permulaan yang ada ini , dan apakah yang sesuatu yang pertama kali terjadi, apakah yang terakhir sekali bertahan didalam ini” Rifai, 1994 67. Akan tetapi mereka akan mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa. B. Perkembangan pemikiran filsafat spiritualisme kuno Dari uraian diatas dapat diketahui filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan perekat kebali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya zarathusthra, dari keluarga sapitama, yang lahir ditepi sebuah sungai, yang ditolong oleh ahura Mazda dalam masa pemerintahaan raja-raja akhamania 550-530 SM. Timur jauh Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India berkembang filsafat spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di Jepang berkembang shintoisme. Begitu juga di Cina berkembang, Taoisme, dan Komfusianism.[1] a. Hinduisme Pemikiran spiritualisme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa universal reingkarnasi . Karma tersebut pada akhirnya akan menemukan status seseorang sebagai anggota suatu kasta. Poedjawijatna 198654 mengatakan, bahwa para filosof Hindu berpikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa masuk dalam kebebasan yang menurut mereka sempurna. b. Buddha Pencetus ajaran Buddha ialah Sidarta Gautama Kira-kira 563-483 SM sebagai akibat ketidakpuasannya terhadap penjelasan para guru Hindu isme tentang kejahatan yang sering menimpa manusia. Setelah melakukan hidup bertapa dan meditasi selama 6 tahun, secara tiba-tiba menemukan gagasan dan jawaban dari pertanyaannya. Gagasa-gagasan itulah yang kemudian menjadi dasar-dasa agama Buddha samuel Smith, 198612 . Filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di Dunia ini terliputi oleh sengsara yang disebabakan oleh “Cinta” terhadap suatu yang berlebihan. c. Taoisme Pendiri Taoisme adalah Leo Tse, Lahir pada tahun 604 SM. Tulisannya yang mengandung makna Filsafat adalah jalan tuhan atau sabda tuhan, Tao ada dimana-mana tetapi tidak berbentuk dan tida pula diraba, dilihat,dan di dengar. Manusia harus hidup selaras dengan tao, dan harus bisa menahan hawa nafsunya sendidi. Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran spiritualisme. Dan menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spirirtualisme itu berkaitan dengan Etika, karena ia memberi petunjuk bagaimana manusia mesti bersikap dan bertindak di dunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan ruh Gazalba198660 d. Shinto Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat Jepang. Agama Shinto tumbuh di jepang yang sangat respek terhadap alam natural di sebabkan ajaran-ajaranya mengadung nilai antara lanin kreasi SOZO, generasi size, pembangunan hatten, sehingga ia menjadi jalan hidup dan kehidupan dan mengandung nilai optimis. Melihat ajaran-ajaran pokok moral Shinto yang mengandung makna filsafat yang tinggi diatas, maka tidalah berlebihan jika ajaran-ajaranya mengandung nilai motivasi dan optimistik guru menjadi pegangan bagi penganutnya 1. TimurTengah Yahudi berasal dari nama seorang putra ya’kub, yahuda. Putra ke empat dari 12 bersaudar, 12 orang inilah yang kelak menjadi nenek moyang bangsa yahudi yang dinamakan bangsa Israel, agama yahudi pada prinsipnya sama dengan Agama nasroni dan Agama islam, karena itu Agama Yahudi disebut juga Agama kitab samawi , yang berarti agama yang mempunyai kitab suci dari Nabi. Pemikiran-pemikiran fisafat timur tengah muncul sekitar 1000-150 SM. Tanda-tanda yang tempat keberadaan pemikiran filsafat itu ialah adanya penguraian tentang bentuk-bentuk penindasan moral dari monotiesme, peredaran, kebenaran dan bernilai tinggi. Selama dua ribu tahun yang lalu dokrtin-doktrin monotiesme dan pengajaran tentang etnis yang di anggap penting dari kaum Yahudi, yang di kembangkan oleh Nabi musa dan para Nabi Elijah. Pendidikan di mulai guna mengangkat martabat dan pengharapan kemanusiaan pada masa depan Smith, 19864 pengikutnya agama Kristen pada waktu itu tidak ubahnya seperti penganut agama lainnya, yaitu dari golongan rakyat jelata. Setelah berkembang, pengikutnya merabah kekalangan atas, ahli fikir filosof , dan kemudian para pemikir atas kemajuannya, zaman ini disebut zaman patristic. Pater berarti bapa, yaitu para bapak gereja. zaman patristik adalah zaman rasul pada abad pertama , sampai abad kedelapan. Para filosofis Kristen pada masa itu mempunyai identitas yang berpariasi dan mempunyai banyak aliran. Antromornisme merupakan suatu paham yang menyamakan sifat-sipat Tuhan pencipta dengan sifat-sifat manusia yang di ciptakan . Misalnya tentang tuhan di samakan dengan tangan manusia. Paham ini muncul zaman patristic dan skolastik, pada akhir zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat di pengaruhi oleh pemikiran Kristian. Aliran-aliran filsafat yang memepunyai pengaruh sangat besar di roma adalah, pertama, epistimologi, yang di motori oleh epicurus 341-270 . Epicurus mengatakan bahwa rasa suka dimiliki apabila hidup secara relevan dengan alam manusia. Sementara rasa duka merupakan yang terburuk dan patut di hindari. Kedua, aliran stoa, yang dipelopori oleh zani 336-246 . Aliran mempunyai pendapat bahwa adanya kebajikan itu apa bila manusia hidup sesuai dengan alam Poedjawi jatna, 198622 ’ Dalam sejarah, filsafat Yunani dipakai sebagai penangkal sejarah filsafat barat. Dikatakan pangkal karena dunia barat dalam alam pemikiran mereka berpangkal pada pemikiran Yunani. Di Yunani sejak sebelum permualaan tahun masehi, ahli-ahli piker mecoba menarik teka-teki alam, mereka ingin mengetahui asal mula alam serta dengan isinya. Pada masa itu terdapat keterangan-keterangan mengenai proses terjadinya alam semesta dan isinya, semua keterangan tersebut sebatas kepercayaan semata. C. Reaksi Terhadap Spritualisme Di Yunani Spritualisme merupakan suatu aliran filsafat yang mementingkan keruhanian, lawan dari materialisme Poerwadarmita 1984963 . Namun demikian, ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Maka lahirlah aliran materialism. Diantara tokonya adalah Leukipos dan Demokritus 460-370 SM , yang menyatakan bahwa semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi. Kemudian, lahirlah pula aliran rasionalisme Rane Descrates, yang menyatakan bahwa pusat segala sesuatu terletak pada dunia ratio, semesta yang lain adalah objeknya. Tokoh aliran idealism adalah plato 427-372 SM . Ia adalah murid Socrates. Aliran idealism merupakan suatu aliran filsafat yang menggagungkan jiwa. Menurut aliran ini, cinta adalah gambaran asli yang bersifat ruhani dan jiwa terletak di antara gambaran asli Suryadipura, 1994 133 . Dari pertemuan jiwa dan cinta lahirlah suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanyalah idea. Idea selalu tetap tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami gerak tidak di kategorikan idea poedjawijatna,198723. Disi lain filsafat idealism plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan dalam dunia pendidikan. Menurut plato, pendidikan itu sangat perlu baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga Negara. Setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu yang ada sesuai dengan bakat, minat, dan kemampan masing-masing sesuai jenjang usianya. Pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa Negara. Merupakan aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan, aliran ini, benda merupakan sumber segalanya poerwadarminta, menurut 1984683 , aliran ini berpikiran sederhana, bahkan segala sesuatu yang ada di dalam ini dapat di lihat dan di observasi, baik wujudnya, gerakanya maupun peristiwa-peristiwanya. Tokoh-tokoh aliran materialisme diantaranya adalah Leukipos dan Demokritus 460-370 SM . Mereka berpendapat bahwa kejadian seluruh alam terjadi karena atom kecil, yang menpunyai bentuk dan bertubuh, jiwa pun dari atom kecil yang mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak suryadipura, 1994130 . Atom tersebut membentuk satu kesatuan yang di kuasai oleh hukum-hukum fisis kimiawi, dan atom-atom yang tertinggi nilainya dapat membentuk manusia, dan kemungkinan yang dimiliki manusia tidak melampaui kemungkinan kombinasi-kombinasi atom. Oleh karena itu, tidak melampai potensi-potensi jasmani, karena keduanya memiliki sumber yang sama. Demikian juga dengan keberakhiran atau kematian, disebabkan karena hancurnya struktur atom-atom pelemburan dan kombinasi atom-atom yang ada pada manusia atau alam lainnya. Pelopor aliran rasionalisme adalah Rane Descrates 1595-1650 . Ia juga penggerak dan pembaru pemikiran modern abad ke-17 selama 198878 . Menurutnya, sumber pengatahuan yang dapat di jadikan patokan dan dapat di uji kebenaranya adalah rasio, sebab pengetahuan yang berasal dari proses akal dapat memenuhi syarat-syarat ilmiah. Dengan demikian akal di anggap sebagai perantara khusus untuk menentukan kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Hal senada juga dinyatakan filosof Blaise Pascal 1632-1662 , bahwa akal adalah tumpuan utama dalam menjalani pengetahuan untuk menemukan kebenaran dan dapat memberikan kemampuan dalam menganalisis bahan objek . Tetapi disis lain, akal tidak dapat menemukan pengertian yang sempurna tanpa ada keterkaitan dengan pengalaman. Karena dalam mengambil suatu keputuasan yang berfungsi tidak saja akal, tetapi hati juga turut menentukan. D. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan Suatu pandangan teroritis itu mempunyai hubungan erat dengan lingkungan di mana pemikiran itu di jalankan, begitu juga lahirnya filsafat yunani pada abad ke-16 SM. Bagi orang yunani, filsafat merupakan ilmu yang meliputi semua pengetahuan ilmiah. Di yunanilah pemikiran ilmiah mulai tumbuh, terutama di bidangfilsafatpenidikan. Pada masa ini, keterangan-keterangan mengenai alam semesta dan penghuninya masih berdasarkan kepercayaan. Dan karena para filsuf belum puas atas keterangan itu, akhirnya mereka mencoba mencari keterangan melalui budinya. Misalnya dengan menanyakan dan mencari jawaban tentang apakah sebetulnya ala mini? Apakah intisari alam arche ini. Arche berasal dari bahasa yunani yang berarti mula, asal. Oleh karena itu filsuf-filsuf berusaha mencari inti alam, maka mereka di sebut filsuf alam dan filsafat mereka disebut filsafat alam. Masa pra-socrates di warnai pula oleh munculnya kaum sofisme. Kaum sopis ini pertama kali di Athena. Sofis berasal dari kata sofhos yang beati cendikiawan. Sebutan ini semula diberikan kepada orang-orang pandai ahli filsafat, ahli bahasa, dan lain-lain. Aliran sofis dipelopori oleh protogoras. Menurut kaum sofis, manusia menjadi ukuran kebenaran tidak ada kebenaran yang berlaku secara universal, kebenaran hanya berlaku secara individual. Kebenaran itu menurut saya, dan retorika merupakan alat utama utuk memepertahankan kebenaran salam, 1982107. Dalam sejarah kaum sofis adalah kelompok yang pertama kali mengorganisasi pendidikan kaum muda. E. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates 470-399 SM Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno yang gagasan filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir di Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu di kenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete smith,198619 . Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang di rencanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru tidak boleh memaksakan gagasan-gagasan atau pengetahuannya kepada seorang siswa, karena seorang siswa di tuntut untuk bisa mengembangkan pemikirannya sendiri dengan berpikir secara keritis. Metode ini tidak lain di gunakan untuk meneruskan inelektualitas, mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan kekuatan mental seseorang. Dengan kata lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan di siplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus menerus dan sestandar moral yang tinggi Smith. 198625 . F. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato 427-347 SM Plato dilahirkan dalam keluraga aristrokrasi di Athena, serikat 427 SM. Ayahnya Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa pada abad ke-7 SM. Semnentara ibunya, periction adalah keturunan keluarga solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum ningrat dan pendiri demokrasi Athena termuka smith, 198629. Menurut plato, pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai warga Negara. Negara wajib memberi pendidikan kepada setiap warga negaranya. Namun demikian, setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu sesuai bakat, minat, dan kemampuan masing-masing jenjang usianya. Sehingga pendidikan itu sediri memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa, dan Negara. Menurut plato, idealnya dalam sebuah Negara pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang yang sangat mulia, maka ia harus di selenggarakan oleh Negara. Karena pendidikan itu sebenarnya merupakan suatu tidakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang benar dan apa yang tidak benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa yang jahat, apa yang patut dan apa yang tidak patutRaper,1988110. G. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, khususnya logika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di semenanjung Chalcidice di sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter perawat Amyntas II, raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka. Menurut Aristoteles, agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara benar. BAB III PENUTUP Simpulan Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan perekat kebali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya zarathusthra, dari keluarga sapitama, yang lahir ditepi sebuah sungai, yang ditolong oleh ahura Mazda dalam masa pemerintahaan raja-raja akhamania 550-530 SM jauh Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India berkembang filsafat spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno yang gagasan filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir di Athena, merupakan putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu di kenal, yaitu Sophonicus dan Phaenarete smith,198619 . Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang di rencanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk DAFTAR PUSTAKA Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung Pustaka Setia. Kaderi, M. Alwi. 2011. Filsafat Pendidika. Banjarmasin Antasari Press. Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2012. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Cet. Ke-2. Jakarta RajaGrafindo Persada. Jalaluddin, dan Said Usman. 1994. Filsafat Pendidikan Islam Konsep Pengembangan Dan Pemikirannya. Jakarta Raja Grafindo Persada. Hermawan, A. Haris. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. [1] Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Departeman Agama RI,2009, hal40.
LatarBelakang. Masih ada upaya lain untuk menjelaskan apa itu filsafat, yaitu dengan cara memahami macam-macam pengetahuan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain-Nya dimuka bumi ini. Hali ini disebabkan manusia memiliki akal dan fikiran (rasio
MAKALAH LATAR BELAKANG TIMBULNYA KAJIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Disusun Sebagai TugasKelompok Mata Kuliah FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Dosen Pengampu Syarnubi, Disusun Oleh Kelompok 1 Adela Destri 1532100073 Adi Febi Hidayat 1532100074 Berenda Permata Sari 1532100093 Dewi Shintawati 1532100103 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG FAKULTAS ILMU TARBIIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TAHUN AJARAN 2015/2016 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, karena berkat taufik dan hidayahnya, kami dapat menyelesiakan makalah ini. Salawat serta salam semoga tetap senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga dan sahabatnya, diiringi dengan upaya meneladani akhlaknya yang mulia. Kami sampaikan bahwa pembuatan makalah ini untuk memenuhi mata kuliah Filsafat Pendidik Islam dalam perspektif latar belakang munculnya filsafat Pendidikan, dan kami ucapakan terima kasih kepada bapak dosen sudah memberikan kesempatan kepada kelompok kami dalam menyusun makalah ini tersebut. Sehubung dengan pembuatan makalah ini tentu banyak sekali kekurangan-kekurangan untuk itu kami sangat mengharapkan atas saran, kritik, dan masukan dan sebagainya sangat kami harapkan hal tersebut agar dapat memperbaiki kesalahan kami untuk lebih baik lagi. Akhirnya do’a kami panjatkan semoga upaya kita lakukan ini mendapat ridha Allah Swt, dan menjadi amal ibadah bagi kita semua. Amin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Palembang, 21 Maret 2016 Penulis D. Perkembangan pemikiran Filsafat Pendidikan Islam........................... ......12 BAB I PENDAHULUAN Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematis, logis, dan menyeluruh universal tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh ilmu pengetahuan agama Islam, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Melakukan pemikiran filosofis pada hakikatnya adalah menggerakkan semua potensi psikologis manusia seperti pikiran kecerdasan, kemauan, perasaan, ingatan serta pengamatan panca indra tentang gejala kehidupan, terutama manusia dan alam sekitarnya sebagai ciptaan Tuhan. Seluruh proses pemikiran tersebut didasari pengalaman yang mendalam serta luas tentang masalah kehidupan, kenyataan dalam alam raya, dan dalam dirinya sendiri. Sebagai hasil pemikiran bercorak khas Islam, pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang kependidikan yang bersumber atau berlandaskan ajaran agama Islam, tentang hakikat kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim. Bila dilihat dari fungsinya, maka filsafat pendidikan Islam merupakan pemikiran yang mendasar yang melandasi dan mengarahkan proses pelaksanaan pendidikan Islam. Oleh karena itu, filsafat ini juga memberikan gambaran tentang latar belakang timbulnya filsafat Pendidikan Islam masih dalam aspek fungsional, filsafat pendidikan Islam juga bertugas melakukan kritik-kritik tentang metode-metode yang digunakan dalam proses pendidikan Islam itu sendiri sekaligus memberikan Pengarahan mendasar bagaimana metode tersebut harus didayagunakan atau diciptakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Adapun latar belakang timbulnya filsafat pendidikan yang sebenarnya bercikal bakal dari filsafat itu sendiri. Sehingga perlu bagi kami mengangkat sebuah judul makalah “latar belakang timbulnya kajian pendidikan Islam” agar kita mengetahui bagaimana lahir dan berkembangnya filsafat pendidikan Islam yang mudah-mudahan dapat menambah perbendaharaan tentang sejarah filsafat pendidikan Islam dan bermanfaat bagi kami juga kita semua. Aamiin. 1. Apa pengertian Filsafat Pendidikan Islam? 2. Apa yang melatar belakangi timbulnya kajian Filsafat Pendidikan Islam? 3. Perkembangan pemikiran Filsafat Pendidikan ? 4. Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam ? 1. Hanya membahas Pengertian Pendidikan Islam 2. Hanya membahas tentang apa yang melatar belakangi kajian Filsafat Pendidikan Islam 3. Hanya membahas perkembangan pemikiran Filsafat Pendidikan 4. Hanya membahas Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam BAB II PEMBAHASAN Dengan segala tingkat karena dengan memahami filsafatnya, orang akan dapat mengembangkan secara konsisten ilmu-ilmu pengetahuan yang di pelajari. Filsafat mengkaji dan memikirkan hakikat segala sesuatu secara menyeluruh, sistematis, terpadu, universal, dan radikal, yang hasil nya menjadi pedoman dan arah dari perkembangan ilmu-ilmu yang bersangkutan. Untuk menyelesaikan masalah kependidikan, ada tiga disiplin ilmu yang membantu filsafat pendidikan yaitu Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari apa yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya apa itu, dari mana itu, hendak kemana, dan bagaimana. Namun pertayaan filosofis itu kalau diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama. Baik filosofis Timur maupun Barat mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah sampai pada pertanyaanya “ bisakah permulaan yang ada ini , dan apakah yang sesuatu yang pertama kali terjadi, apakah yang terakhir sekali bertahan didalam ini”. Akan tetapi mereka akan berusaha. Untuk mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Mahakuasa.[5] Di antara permasalahan yang tidak dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Padahal menurut John Dewey, seorang filsuf Amerika, filsafat merupakan teori umum dan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Tugas filsafat adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realitas dan pengalaman yang banyak terdapat dalam lapangan pendidikan[6]. Salah satu masalah atau persoalan yang terjadi dalam era pendidikan ialah analisis terhadap berbagai metode, pendekatan, dan produk-produk pemikiran sejak era klasik hingga abad modern. Konsep-konsep normatif Islam yang terdapat dalam kedua sumber Islam yakni Al-Qur’an dan Sunnah, merupakan sumber sebagai paradigma dalam memotret segala persoalan. Beragam pemaknaan yang dilakukan oleh para ilmuwan muslim terhadap kedua sumber fundamental Islam tersebut sehingga melahirkan puspa ragam wacana keagamaan, sosial, ekonomi, politik, budaya, dan bahkan membentuk peradapan pada zaman klasik Islam[7]. Pendidikan islam dipengaruhi oleh multifikator, kondisi, dan problem yang kompleks. Maju mundurnya teori dan praktik pendidikan islam diakibatkan oleh komplektifitas problem tersebut. Problem dimaksud berupa segala persoalan yang inhern dalam pendidikan, yakni problem internal, maupun berada di luar jangkauan bidang pendidikan, yakni problem eksternal yang secara tak langsung berpengaruh, seperti masalah pengangguran, kemiskinan, etos kerja, stabilitas politik, lemahnya penegakkan hukum dan lain-lain terkait dengan bidang hukum, sosial, ekonomi, dan eksternal ini amat rumit dan karena keterbatasan ruang, maka analisi problem pendidikan islam yang hendak diuraikan dalam tulisan ini difokuskan pada problem internal saja[8]. Problem internal yang dihadapi oleh pendidikan islam meliputi lemahnya visi atau tidak jelasnya arah pendidikan yang dilaksanakan, penekanan yang tidak seimbang antara pembentukan kepribadaan yang utama dalam diri seorang muslim dengan peranan sosialnya ditengah umat, di mana hal ini menyebabkan timbulnya kesalahan individual dan mengesampingkan tekologi yang dianggapnya tidak ada hubungan sama sekali dengan kesalehan dan ketaqwaan. Problem paradigma berpikir normatif-deduktif masih lazim dijumpai dalam pendidikan islam secara umum, bukan hanya di indonesia, tetapi juga di negara-negara islam lainnya.[9] , tetapi juga di negara-negara islam lainnya. Berikut ini adalah penjelasannya 1. Lack Of Vision Ismail Raji al-Faruqi menilai bahwa problem yang belum terselesaikan dari gejala rendahnya standar kelembagaan di dunia islam adalah konsekuensidari lemahnya visi ini. Lemahnya visi ini menyebabkan mereka sebagai alat jiplakan. Secara tak sadar, materi dan metodologi tanpa spirit ini terus menerus menimbulkan proses de-Islamisasi yang memengaruhi para pelajar dengan anggapannya bahwa hal tersebut merupakan pendidikan Islam alternatif, atau sebagai agen perubahan dan modernisasi. 2. Kesalehan Individual dan Ketertinggalan Teknologi Penyempitan makna kepribadian menimbulkan dampak yang besar atas sikap mereka terhadap sains dan teknologi. Seolah-olah sains dan teknologi tidak ada kaitannya dengan kesalehan dan ketakwaan. Padahal, justru di bidang dengan negara-negara lain. Sampai saat ini umat Islam masih jauh tertinggal dengan negara-negara lain dalam hal ini ilmu teknologi modern praktis di semua penganut agama besar di muka bumi ini, para pemeluk Islam adalah yang paling rendah dalam sains dan teknologi. 3. Problem Epistemologis Dikotomi Ilmu Akibat berangkai dari pola pikir pendidikan yang dikotomis ini adalah terjadi disharmoni relasi antara pemahan ayat-ayat ilahiah dengan ayat-ayat kauniyah, antara iman dengan ilmu, antara ilmu dengan amal, antara dimensi duniawi dengan ukhrawi, dan relasi antara dimensi ketuhanan teosentris dengan kemanusiaan antroposentris. 4. Tradisi Berpikir Normatif-Deduktif Bilamana pendidikan Islam dewasa ini lebih mengarah pada pola mengajar tersebut, maka dampaknya bisa dirasakan pada proses dan hasilnya. Proses pengajaran agama Islam cendrung dilaksanakan dalam bentuk hafalan dan penguasaan materi sebanyak-banyaknya. Bergesernya praktik pendidikan menjadi lebih identik dengan mengajar ini menimbulkan penekanan yang tidak seimbang pada aspek pengetahuan kognitif semata[10]. Namun, justru dengan melakukan kajian secara historis-sosiologis terhadap berbagai pemikiran Islam dengan sumber Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dapat ditemukan sejumlah kendala atau problematika bagi kemajuan umat Islam secara umum dan khususnya pula bagi kemajuan dalam dunia pendidikan Islam. Para sejarahwan filsafat percaya bahwa pemikiran paling kuno yang murni atau sebagian besarnya filosofis yang berasal dari kalangan Yunani, kira-kira enam abad yang lalu. Para sejarahwan juga menyebutkan nama-nama mereka yang berupaya mengenal wujud, permulaan dan keberakhiran alam raya. Socrates dialah orang yang menamai dirinya dengan philosophus, pecinta kebijaksaaan. Ungkapan ini lantas di Arabkan menjadi failasuf dan darinya pula kata falsafah diambil. Sejak pertama kali Socrates menyebut dirinya sebagai filosof, dan istilah filsafat digunakan semenjak itu[11]. Filsafat dan pendidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, maka berdirilah filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban secara filosofis pula. Dengan kata lain, kemunculan filsafat pendidikan ini disebabkan banyaknya perubahan dan permasalahan yang timbul di lapangan pendidikan yang tidak mampu dijawab oleh ilmu filsafat. Ditambah dengan banyaknya ide-ide baru dalam dunia pendidikan yang berasal dari tokoh-tokoh filsafat Yunani[13]. Tanpa sikap kritis untuk memisahkan mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi ada sikap terhadap tradisi dalam konsep tradisonalitas. Namun tradisi, belum tentu semua unsurnya tidak baik, maka harus dilihat dan diteliti mana yang baik untuk dipertahankan dan diikuti. Sikap tradisionalitas itulah salah satu faktor penyebab munculnya ilmu-ilmu filsafat pendidikan islam mengalami kemajuan dari tradisi tradisional ke modern dalam dunia pendidikan Islam, yang mana masalahnya yang bercorak hanya bersifat penghafalan, pengulangan, dan komentar-komentar terhadap pendidikan Islam[14]. Sehingga perlunya pembaharuan di bidang metode dan pendekatan pendidikan Islam, yaitu beralih dari metode mengulang-ulang dan mengahafal pelajaran ke metode memahami dan manganalisis. Selama ini, sistem pendidikan Islam lebih cenderung berkonsentrasi pada buku-buku ketimbang subjek. Peserta didik hanya belajar menghafal, bukan mengelolah pikiran secara kreatuf. Sehubungan dengan praktik ini, pertumbuhan konsep pengetahuan menjadi rusak. Ilmu pengetahuan bukan merupakan sesuatu yang kreatif, melainkan sesuatu yang diperoleh, karena itulah metode menghafal harus diganti dengan metode memahami dan menganalisis secara krisis-konstruktif[15]. Sehingga itulah kajian filsafat pendidikan Islam muncul untuk menjawab persoalan atau permasalahan atau pendapat-pendapat baru yang terjadi dari era kependidikan mulai dari masalah metode, pendekatan, komentar-komentar dll, karena filsafat berpikir dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut khususnya masalah didalam pendidikan Islam. C. Perkembangan Pemikiran Filsafat Pendidikan Dalam sejumlah literatur yang membahas tentang filsafat dijelaskan, bahwa filsafat berkembang dari munculnya kesadaran manusia terhadap potensi dirinya, khususnya akal budi. Awal pemikiran filsafat muncul sebagai reaksi terhadap kungkungan mitologi, dimana manusia dibelenggu oleh kepercayaan bahwa kehidupan alam dikuasai yang dimunculkan oleh mitos[16]. Penelitian merupakan bagian dari upaya manusia untuk menemukan apa yang disebut kebenaran. Sementara kebenaran itu telah ada sebelum manusia itu ada. Ia berada diluar alam manusia. Kebenaran itu sendiri bukanlah sesuatu yang statis melainkan terus berkembang. Dorongan ingin tahu yang ada pada dirinya, selalu mendorong manusia untuk terus mengembangkan “pencaharian” tersebut[17]. Dengan demikian, upaya untuk menemukan kebenaran itu sendiri merupakan aktivitas tanpa henti. Perkembangnya filsafat itu sendiri berkembang saat munculnya kesadaran atau pemikiran-pemikiran manusia terhadap potensi dirinya dan mencari kebenaran karna rasa ingin tahunya. 1. Perkembangan pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno Dari uraian diatas dapat diketahui filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi semacam pendekatan kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno[18]. Ø Timur Jauh Di India berkembang filsafat Spiritualisme, Hinduisme, dan Budhisme. Sedangkan Jepang berkembang Shintoisme. Begitu juga di China, berkembang Toisme dan Komfusianisme[19]. Ø Timur Tengah Yang berkembang adalah di Yahudi dan Kristen. Ø Romawi danYunani Antromornisme Antromornisme merupakan suatu paham yang menyamakan sifat-sipat Tuhan dengan sifat-sifat manusia yang di ciptakan. Misalnya tentang tuhan di samakan dengan tangan manusia. Paham ini muncul zaman patristik dan skolastik, pada akhir zaman kuno atau zaman pertengahan filsafat barat di pengaruhi oleh pemikiran Kristian. 2. Reaksi Terhadap Spritualisme Di Yunani Spritualisme merupakan suatu aliran filsafat yang mementingkan kerohanian, lawan dari materialisme. Namun demikian, ternyata ada beberapa filosof yang merasa kurang puas dengan aliran spritualisme, mereka menganggap aliran ini tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan ilmiah. Maka lahirlah aliran materialism. Diantara tokonya adalah Leukipos dan Demokritus 460-370 SM, yang menyatakan bahwa semua kejadian alam adalah atom, dan semuanya adalah materi[20]. Ø Idealisme Aliran ini memandang dan menganggap yang nyata hanyalah nyata. Nyata selalu tetap tidak mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami gerak tidak di kategorikan[21]. Ø Materialisme Mereka berpendapat bahwa kejadian seluruh alam terjadi karena atom kecil, yang menpunyai bentuk dan bertubuh, jiwa pun dari atom kecil yang mempunyai bentuk bulat dan mudah bereaksi untuk mengadakan gerak. Ø Rasionalisme Aliran rasionalisme memandang akal di anggap sebagai perantara khusus untuk menentukan kebenaran dalam ilmu pengetahuan. 3. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan Pada masa ini, keterangan-keterangan mengenai alam semesta dan penghuninya masih berdasarkan kepercayaan. Dan karena para filsuf belum puas atas keterangan itu, akhirnya mereka mencoba mencari keterangan melalui budinya. Oleh karena itu filsuf-filsuf berusaha mencari inti alam, maka mereka di sebut filsuf alam dan filsafat mereka disebut filsafat alam. Masa pra-socrates di warnai pula oleh munculnya kaum sofisme. 4. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Socrates 470-399 SM Prinsip dasar pendidikan, menurut Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar teknis pendidikan yang di rencanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya[22]. 5. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Plato 427-347 SM Menurut Plato, idealnya dalam sebuah Negara pendidikan memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang yang sangat mulia, maka ia harus di selenggarakan oleh Negara[23]. 6. Pemikiran filsafat pendidikan menurut Aristoteles 367-345 SM Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi yaitu akal guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih tinggi agar di arahkan secara benar[24]. D. Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam Perkembangan pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh sebab itu periodisasi sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Secara garis besar Dr. Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Kemudian perinciannya dapat dibagi menjadi 5 masa[25], yaitu 1. Masa hidupnya Nabi Muhammad SAW 571-632 M. 2. Masa khalifah yang empat Khulafaur Rasyidin Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali di madinah/632-661 M. 3. Masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik 661-750 M. 4. Masa kekuasaan Abbasiyah di Bagdad 750-1250 M. 5. Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Bahdad tahun 1250 M sampai sekarang. Pembagian 5 masa di atas dalam kaitannya dengan periodisasi sejarah pendidikan Islam nampak sebagaimana diuraikan pada bagian kedua. Akan tetapi dalam kaitannya dengan kajian pendidikan Islam di indonesia, maka cakupan pembahasannya akan berkaitan dengan sejarah Islam di indonesia dengan fase-fase sebagai berikut[26] 1. Fase datangnya Islam ke Indonesia. 2. Fase pengembangan dengan melalui proses adaptasi. 3. Fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam proses politik. 4. Fase kedatangan orang Barat zaman penjajahan. 5. Fase penjajahan Jepang. 6. Fase Indonesia merdeka. 7. Fase pembangunan. Perkembangan pendidikan Islam yang terjadi di Indonesia secara periodisasi diungkapkan dalam uraian bagian ketiga. Dengan demikian periodisasi uraian tentang perkembangan Islam ini mencakup periode sejarah Islam yang terjadi dalam kawasan dunia Islam dan dalam kawasan Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kepentingan studi atau kajian Islam di Indonesia. BAB III PENUTUP Latar belakang dari timbulnya filsafat pendidikan Islam karna banyaknya persoalan dan perubahan baru yang timbul didalam dunia pendidikan tersebut dan berusaha untuk menjawab serta memecahkanya, rasa ingin tahu, dan ditambahnya ide-ide baru dalam dunia pendidikan. Mulai dari masalah metode, pendekatan, komentar-komentar dll, karena filsafat berpikir dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut khususnya masalah didalam pendidikan Islam. Berkembangnya filsafat itu sendiri berkembang saat munculnya kesadaran atau pemikiran-pemikiran manusia terhadap potensi dirinya dan mencari kebenarannya. Ada pun pemikiran-pemikiran tersebut mulai dari pemikiran spiritualisme Kuno, Yunani, Yunani Kuno abad pertengahan, hingga para tokoh seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Perkembangan pendidikan Islam yang terjadi di Indonesia secara periodisasi diungkapkan dalam uraian bagian ketiga. Dengan demikian periodisasi uraian tentang perkembangan Islam ini mencakup periode sejarah Islam yang terjadi dalam kawasan dunia Islam dan dalam kawasan Indonesia. Hal ini erat kaitannya dengan kepentingan studi atau kajian Islam di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Ø Arifin, Muzayyin. 2003. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung Mizan IKAPI. Ø Jalaludin. 2013. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta Rajawali Pers. Ø Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta PT RajaGrapindo Persada. Ø Nata, Abudin. 2010. sejarah Pendidikan Islam. Jakarta PT RajaGrafindo Persada. Ø Rachman Assegaf, Abd. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta Rajawali Pers. Ø Taqi Mishbah, Muhammad. 2003. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung Mizan IKAPI. Ø Zaprulkhan. 2014. Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik. Jakarta Rajawali Pers. Ø Zuhairini 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta Bumi Aksara. [1]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung Mizan IKAPI, 2003, hlm. 3 [2]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta PT RajaGrapindo Persada, 2011, hlm 31 [3]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 9 [4]Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 10 [6]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 32 [7]Zaprulkhan, Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik, Jakarta Rajawali Pers, 2014, hlm. 156 [8]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Rajawali Pers, 2011, hlm. 19 [9]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 19 [10]Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam..., hlm. 20-23 [11]Muhammad Taqi Mishbah, Buku Daras Filsafat Islam, Bandung Mizan IKAPI, 2003, hlm. 3-5 [12]Abudin Nata, sejarah Pendidikan Islam, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2010, hlm. 156 [13]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 33 [14]Zaprulkhan, Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik..., hlm 161 [15]Zaprulkhan, Filsafat Islam Sebuah Kajian Tematik..., hlm 167 [16]Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta Rajawali Pers, 2013, hlm. 71 [17]Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan..., hlm. 72 [18]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 34 [19]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., 35-38 [20]Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, hlm. 50 [21]Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan..., hlm. 56 [22]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan..., hlm. 70 [23]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan...,hlm. 72 [24]Jalaluddin, dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan...,hlm. 73 [25]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2010, hlm. 7 [26]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam..., hlm. 8
D Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah : 1. Bagi Penyusun Memahami dengan benar gaya atau model pendidikan di Indonesia sebagai salah satu materi perkuliahan pendidikan lingkungan sosial budaya dan teknologi yang akan menjadi bekal profesionalitas penyusun di masa yang akan datang. 2.
Makalah Filsafat Pendidikan Pada kesempatan kali ini penulis akan membagikan makalah filsafat pendidikan, yang mana di dalam membahas tentang pengertian filsafat, filsafat pendidikan, hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan, manfaat belajar filsafat pendidikan dan ruang ruang lingkup filsafat pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia pendidikan, berfilsafat adalah suatu hal yang penting, karena dengan berfilsafat dunia pendidikan akan mengetahi hakikat dari makna, tujuan, metode, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan itu sendiri. Arti penting dari berfilsafat itu sendiri adalah agar tujuan-tujuan yang telah diketahui dan ditetapkan dapat tercapai. Sebagaimana Ali Khalil Abu Ainaini merumuskan pengertian filsafat pendidikan yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Ramayulis dalam “bukunya Filsafat Pendidikan Islam” bahwa filsafat pendidikan itu sebagai “kegiatan-kegiatan pemikiran yang ssistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menerangkan nilai-niai tujuan pendidikan yang akan dicapai direalisasikan.[1] Dari uraian di atas, maka akan memunculkan sebuah pertanya; terus apa pengertian dari filsafat, pendidikan, dan Islam itu sendiri? Oleh sebab itu, di dalam makalah ini penulis ingin membahas, mengkaji, dan menganalisis tentang Filsafat Pendidikan Islam. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut Apa yang dimaksud dengan filsafat dan filsafat pendidikan? Bagaimana hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan? Apa manfaat dari belajar filsafat? Apa saja ruang lingkup dari filsafat pendidikan? C. Tujuan Masalah Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut Untuk mengetahui pengertian dari filsafat, filsafat pendidikan, dan filsafat pendidikan Islam. Untuk mengetahui hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan? Untuk mengetahui manfaat belajar filsafat. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan. BAB II PEMBAHASAN A. Filsafat Pendidikan Secara etimologi Filsafat pendidikan itu mengandung dua pengertian yang berbeda, yaitu 1 Filsafat, dan 2 Filsafat Pendidikan. Agar kedua dari pengertian tersebut dapat tergambarkan dan dipahami secara menyeluruh, maka penulis akan menguraikan ketiga pengertian tersebut di bawah ini. Pengertian Filsafat Ramayulis di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” yang mengutip dari Imam Barnadib mengatakan, bahwa dalam segi bahasa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philar dan sophia. Philar adalah berarti cinta dan Sophia berarti kebenaran atau kebaajikan. Jadi, kata filsafat berarti cinta akan kebenaran atau kebajikan.[2] Selain itu, Muzayyin Arifin di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” menjelaskan, bahwa secara harfiah, filsafat berarti “cinta kepada ilmu”. Filsafat berasal dari kata Philo yang artinya cinta dan Sophos artinya ilmu/hikmah.[3] Jadi dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa setiap manusia yang mencintai suatu ilmu/hikmah yang mana dengan ilmu tersebut dia mencari suatu kebenaran dengan mendalam dan tanpa batas maka disebut dengan filsuf. Dan filsafat ini merupakan ilmu pertama yang diamalkan untuk menemukan suatu kebenaran atau sebuah rumusan dari segala ilmu penegtahuan. Sebagaimana Muzayyin di dalam bukunya yang sama menjelaskan, bahwa secara historis, filsafat menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang berkembang sejak zaman Yunani kuno sampai zaman modern sekarang.[4] Sedangkan secara istilah makna dari filsafat dapat dirumuskan suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan bebas, agar hakikat dari kebenaran yang dicari dapat ditemukan. Hal ini sesuai dengan yang dikutip Ramayulis di dalam bukunya dari beberapa ilmuan; pertama, Muhtar Yahya mengatakan bahwa “berpikir filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti yang bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia, dan dibalik alam”. Kedua, Soegardo Poerbakwatja juga mengatakan, bahwa “filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab musabab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan fikiran belaka”. Ketiga, sementara Imam Barnadib menyatakan bahwa “filsafat diartikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia”.[5] Dengan demikian, dari beberapa pengertian tersebut diharapkan manusia dapat memahami, mengerti, dan mempunyai pandangan yang menyeluruh, mendalam, dan sistematis mengenai dirinya sendiri sebagai manusia, sekitarnya sebagai lingkungan, dan penciptanya sebagai Tuhan. Pandangan yang mendalam, menyeluruh, dan sistematis ini menghendaki manusia untuk selalu mempunyai daya pikir yang sadar, mendalam, teliti, dan teratur ketika berfilsafat. Hal ini sesuai dengan yang dirumuskan Ramayulis, bahwa berfilsafat adalah berpikir rasional, spekulatif, sistematis, radikal, dan universal.[6] Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami, bahwa filsafat adalah suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan sadar, teliti, dan teratur agar hakikat dari sebuah kebenaran dapat ditemukan. Pengertian Filsafat Pendidikan Pendidik yang peduli terhadap anak didiknya pasti akan memikirkan pendidikannya, karena seorang pendidik pasti menginginkan anak didiknya menjadi pintar, lulus, dan sukses dalam menggapai cita-citanya. Di dalam dunia pendidikan hal yang harus dan pasti dipikirkan dan dibahas oleh seorang pendidik adalah hakikat, latar belakang, tujuan, metode, evalusai, dan segala susuatu yang berkaitan dengan pendidikan. Di dalam memikirkan dan membahas segala hal yang berkaitan dengan pendidikan itulah disebut dengan filsafat pendidikan. Sebagaimana Redja Mudyahardjo di dalam bukunya “Filsafat Ilmu Pendidikan” mengatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil, dan hakikat ilmu pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaannya.[7] Menurut John Dewey yang dikutip oleh Jalaluddin dan Abdullah di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” mengatakan, bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir intelektual maupun daya perasaan emosional, menuju ke arah tabi’at manusia, maka filsafat bisa juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.[8] Sedangkan Jalaluddin dan Abdulah Idi di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” yang mengutip dari Asy-Syaibani menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.[9] Artinya dengan berfilsafat diharapkan persoalan-persoalan yang terdapat di dalam pendidikan dapat terpecahkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muzayyin Arifin, bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah kependidikan.[10] Selain itu, Anas Salahudin di dalam bukunya Filsafat Pendidikan juga merumuskan beberapa pengertian dari filsafat pendidikan, di antaranya yaitu; Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara komprehensif dan kontemplatif tentang sumber, seluk beluk pendidikan, fungsi, dan tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat guru dan anak didik dalam proses pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Filsafat pendidikan mengkaji berbagai teori kependidikan, metode, dan pendekatan daam pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji strategi pembelajaran alternatif. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat tentang kurikulum pendidikan. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat evaluasi pendidikan dan evaluasi pembelajaran. Filsafat pendidikan mengkaji hakikat alat-alat dan media pembelajaran.[11] Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Baca juga Makalah Pembelajaran Tematik B. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung di dalam bukunya asas-asas pendidikan Islam mengutip dari John Dewey menjelaskan, bahwa filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Dalam kaitanya dengan ini Hasan Langgulung berpendapat bahwa filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang kemudiaan disebut dengan pendidikan.[12] Sedangkan John S. Brubachen, seorang guru besar filsafat asal Amerika mengatakan, bahwa hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubunga tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama.[13] Selanjutnya Noor Syam di dalamnya bukunya Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila mengutip dari Kilpatrik menjelaskan bahwa berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah uasaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu di dalam kehidupan dalam kepribadian manusia.[14] Selain itu Jalaluddin dan Said di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” mengutip dari Prof. DR. Oemar Muhammad At-Toumy Asy-Syaibani secara rinci menjelaskan, bahwa filsafat pendidikan merupakan usaha mencari konsep-konsep di antara gejala yang bermacam-macam, yang meliputi; Proses pendidikan sebagai rancangan terpadu dan menyeluruh. Menjelaskan berbagai makna yang mendasar tentang semua istilah pendidikan. Pokok-pokok yang menjadi dasar dari konsep pendidikan dalam kaitannya dengan bidang kehidupan manusia.[15] Dari sini dapat kita pahami bahwa filsafat dan filsafat penddikan merupakan dua istilah yang berbeda tetapi sangat berhubungan antara satu dengan yang lain, karena pendidikan merupakan realisasi dari filsafat. Dalam kaitanya hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan ini Jalaluddin dan Said menjelaskan, bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuanyang ingin dicapai. Jadi terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendididkan, dan pengalaman manusia.[16] Dari beberapa Uraian di atas dapat kita tarik suatu kesimpulan, bahwa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan, karena filsafat memberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang diharapkan. C. Manfaat Belajar Filsafat Pendidikan Mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di lembaga pendidikan tenaga keguruan dituntut untuk memikirkan masalah-masalah hakiki terkait pendidikan. Dengan begitu, pemikiran mahasiswa menjadi lebih terasah terhadap persoalan-persoalan pendidikan baik dalam lingkup mikro maupun makro. Hal ini menjadikan mahasiswa lebih kritis dalam memandang persoalan pendidikan. Di samping itu, mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah- masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah sewajarnya bila mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya.[17] D. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Jalaluddin dan Sa’id di dalam bukunya mengutip dari Tim Dosen IKIP Malang menjelaskan, bahwa Secara makro umum apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga merupakan obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi seara mikro khusus yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi; Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan The Nature Of Education. Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan The Nature Of Man. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama, dan kebudayaan. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan. Merumuskan hubungan antara negara ideologi, filsafat pendidikan, dan politik pendidikan sistem pendidikan. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pedidikan.[18] Berbeda dengan yang di atas, Drs. Anas Salahudin, di dalam bukunya “Filsafat Pendidikan” merumuskan, bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sebagai berikut; Pendidik Murid atau anak didik Materi pendidikan Perbuatan mendidik Metode pendidikan Evaluasi pendidikan Tujuan pendidikan Alat-alat pendidikan Dan lingkungan pendidikan.[19] Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan satu persatu. Para pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang memfungsikan dirinya untuk mendidik. siapa saja dapat menjadi pendidik dan melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para pendidik haruslah orang yang patut diteladani. Dan pendidik itu harus membina, mengarahkan, menuntun, dan mengembangkan minat, serta bakat anak didik, agar tujuan pendidikan tercapai dengan baik.[20] Para pendidik adalah subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik mempunyai peran penting dalam berlngsungnya pendidikan. baik atau tidaknya pendidikan berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan. Para pendidik memikul tanggung jawab yang berat untuk memaajukan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, negara bertanggungjawab untuk meningkatkan kinerja para pendidik melalui berbagai peningkatan. Misalnya, peningkatan kesejahteraan para pendidik, menaikkan tunjangan fungsional para pendidik, membantu dana pendidikan lanjutan hingga meraih gelar doktor, dan memberikan beasiswa untuk berbagai penelitian.[21] Anak Didik secara filosofis merupakan objek para pendidikan dalam melakukan tindakan yang bersifat medidik. Dikaji dari beberapa segi, seperti usia anak didik, kondisi ekonomi keluarga, minat dan bakat anak didik, serta tingkat intelegensinya, itu membuat seorang pendidik mengutamakan fleksibilitas dalam mendidik. Anak didik merupakan subjek pendidika, yaitu orang yang menjalankan dan mengamalkan materi pendidikan yang diberikan oleh pendidik. Agar pendidikan dapat berhasil dengan sebaik-baiknya, maka jalan pendidikan yang ditempuh harus sesuaai dengan perkembangan psikologis anak didik.[22] Materi Pendidikan, yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun sedemikian rupa dengan susunan yang lazim dan logis untuk disajikan atau disampaikan kepada anak didik.[23] Perbuatan mendidik adalah seluruh kegiatan, tindakan, perbuatan, dan sikap yang dilakukan oleh pendidikan sewaktu menghadapi atau mengasuh anak didiknya disebut dengan tahzib. Mendidik artinya meningkatkan pemahaman anak didik tentang kehidupan, medalami pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan manfaatnya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata dan sebagai pandangan hidup.[24] Metode pendidikan, yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh dunia pendidikan pada saat menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik. metode berfungsi mengolah, menyusun, dan menyajikan materi pendidikan, agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki oleh anak didik.[25] Evaluasi dan Tujuan Pendidikan. Evaluasi yaitusistem penilaian yang diterapkan kepada peserta didik, untuk mengetahui keberhasilan pendidikan yang dilaksanakannya. Evaluasi pendidikan sangat bergantung pada tujuan pendidikan. jika tujuannya membentuk siswa yang kreatif, cerdas, beriman, dan bertakwa, maka sistem evaluasi ynag dioperasionalkan harus mengarah pada tujuan yang dimaksud.[26] Alat-alat Pendidikan dan Lingkungan Pendidikan merupakan fasilitas yang digunakan untuk mendukung terlaksananya pendidikan. Sedangkan lingkungan pendidikan adalah segala seusuatu yang terdapat disekitar lingkungan pendidikan yang mendukung terealisasinya pendidikan.[27] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Filsafat adalah suatu kegiatan berpikir secara mendalam dan menyeluruh dengan disertai tindakan sadar, teliti, dan teratur agar hakikat dari sebuah kebenaran dapat ditemukan. Filsafat pendidikan adalah suatu kegiatan berpikir kritis, bebas, teliti, dan teratur tentang masalah-masalah yang terdapat di dalam dunia pendidikan agar masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan itu sangat erat sekali dan tak bisa dipisahkan, karena filsafat memberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, pengembangan, dan meningkatkan kemajuan dan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan yang diharapkan. Mahasiswa yang mempelajari dan merenungkan masalah- masalah hakiki pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir mereka, sehingga dapat lebih arif dalam memahami problem pendidikan. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pendidik atau tenaga kependidikan, sudah sewajarnya bila mereka dituntut untuk berpikir reflektif dan bukan sekedar berpikir teknis di dalam memecahkan problem-problem dasar kependidikan, yaitu dengan menggunakan kebebasan intelektual dan tanggung jawab sosial yang melekat padanya. Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah 1 Pendidik, 2 Murid atau anak didik, 3 Materi pendidikan, 4 Perbuatan mendidik, 5 Metode pendidikan, 6 Evaluasi pendidikan, 7 Tujuan pendidikan, 8 Alat-alat pendidikan, 9 lingkungan pendidikan. B. Saran Dengan mempelajari dan mengkaji tenang filsafat pendidika ini, diharapkan mulai sekarang mahasiswa lebih berpikir kritis terhadap masalah-masalah yang ada di dunia pendidikan, karena sudah sepantasnya mahasiswa pendidikan nantinya akan menjadi penerus pendidik dan filsof di dalam dunia pendidikan. DAFTAR PUSTAKA Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4. Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev. Mudyahardjo, Redja, Pendidikan Ilmu Pendidikan, Bandung Rosda Karya, 2004. Abdullah Idi dan Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2. Salahudin, Anas, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10. Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam Jakarta Al-Husna, 1987. Noor Syam, M., Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya Usaha Nasional, 1988. Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994. hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul WIB. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung Pustaka Setia, 2005, hlm. 14. Referensi Buku [1] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 4. [2] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 2. [3] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev., hlm. 3. [4] Ibid, hlm. 3. [5] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 2015, cet. ke-4, hlm. 2. [6] Ibid, hlm. 3. [7] Redja Mudyahardjo, Pendidikan Ilmu Pendidikan, Bandung Rosda Karya, 2004, hlm. 3-4. [8] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2, hlm. 13. [9] Ibid, hlm. 13. [10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Bumi Aksara, 2014 cet. ke-7, Ed. Rev., hlm. 5. [11] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 22-23. [12] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam Jakarta Al-Husna, 1987, hlm. 40. [13] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta Gaya Media Pratama, 2002 cet. ke-2, hlm. 18. [14] M. Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pancasila, Surabaya Usaha Nasional, 1988, hlm. 43. [15] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 11-12. [16] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 22. [17] hal. 21. dikutip pada hari Jum’at, 29 September 2017, pukul WIB. [18] Jalaluddin dan Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Raja Grafindo Persada, 1994, hlm. 17. [19] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 24. [20] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung Pustaka Setia, 2005, hlm. 14. [21] Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, Bandung Pustaka Setia, 2011, cet. ke-10, hlm. 24-25. [22] Ibid, hlm. 25. [23] Ibid, hlm. 25. [24] Ibid, hlm. 26. [25] Ibid, hlm. 26. [26] Ibid, hlm. 26 [27] Ibid, hlm. 26
ywyW. 6m1n9oyg27.pages.dev/446m1n9oyg27.pages.dev/1656m1n9oyg27.pages.dev/3826m1n9oyg27.pages.dev/4416m1n9oyg27.pages.dev/2256m1n9oyg27.pages.dev/2916m1n9oyg27.pages.dev/3526m1n9oyg27.pages.dev/71
latar belakang munculnya filsafat pendidikan